
Pembaca Tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita. Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
Enjoy the journey,EDITOR
Judul : London : Angel
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 327 halaman
Tahun terbit : 2013
Rating : 3 stars out of 5
source from here
Bercerita
 tentang Gilang seorang editor buku sastra yang mengejar gadis impiannya
 -Ning- yang juga merupakan sahabat kecil Gilang. Perjalanan Gilang ke 
London pun tidak berjalan mulus. Di hari hari pertama berada di London, 
ia masih belum bisa bertemu Ning. Namun di sisi lain, setiap hujan turun
 dia bertemu dengan wanita cantik berambut cokelat keemas-emasan yang 
misterius. Ditambah dengan orang orang di Madge, yang mengisi hari 
harinya. Baru di malam ketiga, Ning muncul. Dan dimulailah perjalanan 
Gilang mengungkapkan rasa yang sudah ia pendam bertahun tahun. Baca 
kelanjutannya di London
Pertama membuka bab bab awal, 
saya terkesan. Latar dan karakter terasa begitu nyata. Jempol untuk 
risetnya. Dan kisah kisah sampingan yang porsinya hampir sama dengan 
kisah utama membuat saya terus membaca lembar demi lembar buku ini. Gaya
 ceritanya masih khas mbak Windry, enak dibaca dan pilihan pilihan 
katanya tepat. 
Karena jumlah dialog yang tidak begitu 
banyak, membuat novel ini sedikit membosankan menurut saya. Saya malah 
lebih tertarik dengan kisah Madam Ellis dan Lowesley. Entahlah, karakter
 Ning disini too good to be true membuat saya mengalihkan perhatian. 
Endingnya unpredictable dan menggantung membuat saya bereaksi "Ko sama 
dia? Kenapa ga sama aku?" porsi Ayu-Gilang jauh lebih 
sedikit dibandingkan Gilang-Goldilocks. Padahal sebelumnya saya sempat 
berharap Gilang akan berakhir dengan Goldilocks. 
Overall,
 saya suka London ini. Tapi jika dibandingkan dengan novel mba Windry 
yang lain, saya lebih memilih Montase. Tapi itu semua, tergantung pada 
selera para pembaca. Yang jelas, London ini bisa dijadikan pilihan 
bacaan saat hujan turun. Selamat berjalan jalan di London!!
 

 

