Judul : Ingo
Penulis : Helen Dunmore
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 312 halaman
ISBN : 9780007204885
Harga : -
Rating : 3/5 stars
Can you resist the call of the Deep? I wish I was away in Ingo, Far across the sea, Sailing over the deepest waters, Where love nor care can trouble me...
Sapphire's father mysteriously vanishes into the waves off the Cornwall coast where her family has always lived. She misses him terribly, and she longs to hear his spellbinding tales about the Mer, who live in the underwater kingdom of Ingo. Perhaps that is why she imagines herself being pulled like a magnet toward the sea. But when her brother, Conor, starts disappearing for hours on end, Sapphy starts to believe she might not be the only one who hears the call of the ocean.
Ingo is a delightful story full of
beautifully serene imagery and magic. It’s a children’s book, yes, but it
captured my attention and I’m very glad to have come across it.
It’s about an eleven-year-old girl and her older brother
who lose their father one day when he takes out his boat and disappears. The
children are the only two people in town (with the exception of Granny Carne)
who believe that he is still alive. They discover an underwater world called Ingo,
where they meet Faro and Elvira, who are mer. Sapphire becomes extremely
connected to Ingo, far more than her brother Connor, and soon finds out that
though it is a beautiful, interesting place to be, there are dangers there too.
The storyline is a bit old—loss of parent, introduction of other parent’s
boyfriend/girlfriend, child coping with the loss of parent and dislike of the
new family member—but the fact that Sapphire’s dad might not really be gone
keeps it interesting.
Another irritating bit is Sapphire’s absolute obsession
with Ingo. She disregards her family and manages to stay in Ingo for over 24
hours, not caring about how her mother would feel if she would to find Sapphire
gone. You almost want to reach into the book and give her a good shake
everytime she talks about her life on Earth being fuzzy and far away, but she
always comes back to it, and realizes the danger and importance of Ingo vs.
Earth.
It’s a really nice book, probably not for everyone, but
anyone who likes a bit of fantasy and a good story.
Versi Indonesia
Ketika Mathew Trewhella pergi dari rumahnya dan tidak pernah pulang lagi, orang-orang percaya dia sudah mati di tengah laut, tetapi putrinya, Sapphire, yakin sekali ayahnya masih hidup. Dia teringat kisah-kisah yang sering diceritakan ayahnya, tentang putri duyung Zennor yang jatuh cinta pada manusia namun tak bisa hidup bersama kekasihnya di daratan kering penuh udara.
Musim panas berikutnya, Conor, kakak lelaki Sapphire, mulai sering menghabiskan waktu berjam-jam di laut, bersama seorang gadis misterius. Pada waktu mengikuti Conor itulah Sapphire menemukan Ingo---dunia bawah laut yang sangat memikat namun berbahaya. Dan makin lama makin sulit baginya untuk menolak panggilan dunia lain itu
Layaknya cerita-cerita fiksi fantasi
lainnya, Ingo diawali suatu kejadian yang membuat tokoh utamanya memasuki dunia
lain, dan masih layaknya cerita fiksi fantasi lainnya, ternyata tokoh utamanya
punya suatu kekuatan khusus yang berkaitan dengan dunia lain itu. Poin plusnya
adalah cerita ini memanfaatkan mitos putri duyung, sehingga kita bisa
membandingkan hasil kreasi pengarangnya dengan mitos yang yang umum beredar.
Dari segi penulisan, gaya
bertutur Ingo sangat lugas; pasti disesuaikan dengan usia tokoh utama yang
masih duduk di sekolah dasar. Kadang-kadang penggunaan metafor dalam
penuturannya juga kurang tepat, tetapi itu entah karena memang dari
Dunmore-nya, atau karena penerjemahnya kurang lihainya menemukan idiom yang
pas. Sisi bagusnya, penulisan yang lugas memudahkan pembaca meneruskan cerita,
karena seandainya bahasanya berbelit-belit pasti membingungkan—tanpa gaya bahasa
yang ribet saja, ceritanya sudah cukup berputar-putar.
Di akhir
cerita, jelas kalau buku ini bakal ada sekuelnya. Benar saja, ketika saya
melihat ke rak di mana buku ini dipajang, tepat di bawahnya, ternyata ada
sekuelnya yang berjudul The Tide Knot. (Kalau diterjemahkan mungkin jadi
Simpulan Ombak/Kecepatan Ombak? Ini jelas plesetan dari “tied knot”, yang
artinya terikat/tersimpul, tapi karena ceritanya settingnya di laut jadi
diplesetkan menjadi “tide”, ombak pesisir.)
Perasaan takut saat berada di tengah lautan luas mungkin sering dialami
oleh banyak orang. Takut karena merasa kecil, dibandingkan dengan samudera luas
yang di atasnya kita tak dapat berpijak dengan tegap. Takut karena sekana air
yang mahabanyak itu dapat dengan mudah menelan manusia hidup-hidup tanpa bekas.
Kharisma yang terpancar oleh laut memang sangat kuat, pelaut yang paling berani
pun akan gentar bila sang pemilik 70% wilayah bumi itu sedang mengganas.
I've seen this in the library before and have always admired the beautiful, serene cover, but I never thought much about picking it up before... however, after your review, I think I will actually read this next time I see it! Great review :)
BalasHapus